Senin, 28 April 2014

Game pembelajaran grammar



Run, Read and Arrange Game
Dalam Pembelajaran Grammar

Oleh Agus Luthfi, S.Pd. Pengajar di UPTD SMAN 1 Ngadiluwih

            Ada satu fakta yang menggelitik di sekolah tempat penulis melaksanakan tugas sebagai pengajar, fakta tersebut adalah mata pelajaran Bahasa Inggris masih dianggap momok (baca:menakutkan) bagi sebagian peserta didik. Berbagai alasan diungkapkan oleh mereka diantaranya pelajarannya sulit, bukan bahasa yang sehari-hari mereka gunakan, gurunya yang keras kata mereka:”wis pelajarane angel, gurune kereng pisan. Arep iso ko ngendi?”(pelajarannya sulit, gurunya keras, mau bisa dari mana?), malas buka kamus, pelajaran yang tidak ada gunanya, cara penyampaian yang kurang menarik dan berbagai alasan yang pada intinya mereka kurang tertarik dengan adanya pelajaran Bahasa Inggris. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi kelas selama proses belajar mengajar. Ada yang mengantuk, dalam satu kelas yang mau berpikir dan mengerjakan tugas hanya 5-7 anak.
Benarkah mapel tersebut sulit?
Ketika kita melihat fakta ada seorang TKI yang mau pergi ke luar negeri, mereka otomatis belajar bahasa asing dan ternyata mereka cukup hanya kursus tidak harus sekolah.. Ada lagi anak yang bisa Bahasa Inggris dari kursus yang hanya selama 6 bulan. Bahkan dari program liburan sekolah yang hanya 1 bulan bisa dimanfaatkan oleh lembaga bimbingan agar si anak bisa mahir berbahasa Inggris. Bahkan ada satu anak Ambon, Gayatri Wailissa, yang bisa menguasai11 bahasa termasuk Bahasa Inggris. Apakah semua kemampuannya diperoleh dari lembaga formal? Ternyata tidak. Menurut Gayatri, kemampuannya mempelajari banyak bahasa asing tidak melalui kursus, tetapi dengan cara yang sangat sederhana yakni mendengar lagu dan menonton film asing, kemudian dia terjemahkan melalui kamus. 
 
Bagaimana dengan sekolah yang notabene adalah lembaga formal dan lagi mata pelajaran Bahasa Inggris telah dipelajari semenjak anak ada di sekolah menengah pertama, seharusnya anak anak sudah mahir menggunakan Bahasa Inggris.
Adakah yang salah salah disini?
Faktor yang pertama dan utama mengapa Bahasa Inggris tidak mudah untuk dikuasai oleh anak didik kita adalah karena Bahasa Inggris bukan Bahasa  kita.
Faktor kedua, tidak memadainya sistem pendidikan yang ada, dalam arti, pelaku pendidikan bahasa Inggris saat ini, baik tenaga pendidik maupun yang dididik, sama-sama tidak memahami teori dan pendekatan yang efektif untuk diaplikasikan dalam mempelajari bahas Inggris. Faktor ketiga, tentunya adalah faktor internal, yaitu kurangnya kesungguhan pembelajar Bahasa Inggris itu sendiri dalam mempelajari Bahasa Inggris.
Menurut Evelyn (2010) dalam English Made Easy, ada 3 teori dalam mempelajari bahasa asing. Pertama, Behaviorism Theory (teori tingkah laku). Menurut pencetusnya, Skinner dan Parlov, belajar bahasa adalah proses pembentukan kebiasaan melalui kegiatan: stimulus–response–reinforcement.
Teori inilah yang mendasari munculnya pendekatan audiolingual yang populer tahun tahun 50 dan 60an, yaitu metode belajar bahasa Inggris yang menekankan drill atau latihan pengulangan. Misalnya dengan cara guru mengucapkan kalimat, dan siswa mengulang ucapan guru tadi beberapa kali. Dengan kata lain, metode ini adalah menghafal pola kalimat atau percakapan bahasa Inggris dengan cara mengucapkannya berulang-ulang.
Kelemahan metode ini adalah ketidakmampuan siswa untuk membuat kalimat-kalimat baru selain yang telah dihapal. Dan kenyataannya, sedikit sekali orang yang bisa mempertahankan hafalannya dalam waktu yang cukup lama.
Kedua, Cognitive Theory (Teori Kognitif). Menurut Chomsky, dalam mempelajari bahasa, manusia diciptakan dengan kemampuan kognitif, yaitu memproses masukan yang diterima dan menciptakan kalimat-kalimat baru yang tidak terbatas jumlahnya. Teori ini mendasari munculnya pendekatan baru dalam belajar bahasa Inggris, yaitu penekanan tata bahasa (grammar).
Ketiga, Acquisition Theory (Penyerapan Bahasa Secara Alami). Menurut Krashen (1983), proses belajar bahasa terdiri dari 2 cara, yaitu aqcuisition dan learning. Aqcuisition yaitu proses belajar bahasa secara alami dari pengalaman langsung dalam berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Sedangkan learning adalah proses belajar bahasa melalui pemahaman unsur-unsur bahasa yang kemudian digunakan untuk berkomunikasi.
Menurut Krashen, untuk bisa berbahasa Inggris, sesorang tidak perlu belajar secara formal. Cukup dengan pengalaman langsung berkomunikasi dengan bahasa tersebut, seseorang dapat menguasinya. Misalnya seorang anak kecil yang secara alami dapat berbicara sesuai bahasa ibunya.
Berdasarkan teori kognitif, maka kiranya perlu sekali pembelajaran grammar. Selama ini, pembelajaran grammar memakai metode tradisional yakni diberi rumus dijelaskan, diberi contoh kalimat lalu diberi soal latihan. Ketika teori itu diterapkan tanpa inovasi, maka yang terjadi adalah tidak ada peningkatan prestasi dalam pembelajaran Bahasa Inggris, terbukti dalam satu kelas hanya 50% yang nilainya diatas KKM.
Menurut penulis perlu adanya inovasi metode untuk pembelajaran Grammar misalkan dengan game/permainan. Dalam mengajarkan grammar ada satu metode yang pernah penulis aplikasikan dan mendapatkan respon positif dari para peserta didik.  Metode tersebut saya beri nama Run, Read and Arrange Game (permainan berlari, membaca dan menyusun). Dilaksanakan diluar ruang(outdoor) dan anak anak perlu dipersiapkan memakai seragam olah raga. Dalam game ini dimainkan secara kelompok dengan tolok ukur kebenaran susunan kalimat dan kecepatan dalam penyusunan kalimat. Jadi tiap kelompok diadu kecepatannya dengan kelompok lain dan dihitung menggunakan stopwatch.
            Hal hal yang perlu dipersiapkan adalah satu rumus yang akan dibahas misalnya Simple Past Tense, kertas kecil ukuran 3x6 cm sejumlah kata yang akan disusun, contoh kalimat misalnya 5 kalimat, spidol, papan tulis, peluit dan stopwatch.
Langkah pertama, kita tulis rumus Simple Past Tense dengan spidol, satu lembar satu kata, Subject di satu lembar, verb2 di lembar berikutnya, sampai semua kata dirumus  tertulis lengkap dilembaran.

Langkah kedua, kita siapkan 5 kalimat yang berumus Simple Past Tense. Kita tulis dalam lembaran kecil perkata, satu kata satu lembar seperti pada penulisan rumus diatas.
Sampai seluruh kalimat selesai. Kemudian seluruh lembaran tersebut kita letakkan dalam satu kotakdan kita acak.           
            Langkah ketiga, kita meletakkan papan tulis, spidol dan kotak yang berisi acakan kata ditempat yang agak jauh kira kira 200 m. Setelah itu kita ajak para siswa yang telah beganti pakaian olah raga menuju luar ruang yang telah kita tentukan sebagai tempat start. Ditempat tersebut kita menjelaskan dahulu rumus yang akan kita bahas. Setelah para siswa jelas, kita jelaskan aturan permainannya sampai para siswa betul betul paham. Hal pertama yang harus disusun dahulu oleh tiap kelompok adalah rumusnya menyusul kalimatnya sebagai contoh yang berjumlah 5 kalimat.
            Langkah keempat, kita membagi para siswa menjadi beberapa kelompok misalnya 5 kelompok. Dari tiap kelompok kita kondisikan merata antara siswa laki-laki dan perempuan.
            Langkah kelima, kita mulai permainan dengan menggunakan peluit sebagai aba-aba. Kelompok satu dahulu menyusul kelompok berikutnya. Kita berada diposisi garis start dengan kelompok yang belum tampil sambil memberi semangat serta kita menghitung dengan stopwatch seberapa lama kelompok tersebut menyelesaikan tugasnya. Setelah selesai satu kelompok, kita periksa hasilnya. Kemudian kita catat kalimatnya beserta waktu yang telah dipakai oleh kelompok tersebut dalam menyelesaikan penyusunan 5 kalimat. Setelah itu berurutan ke kelompok berikutnya sampai selesai.
            Langkah keenam, setelah semua kelompok selesai, kita mengumumkan kelompok mana yang selesai tercepat sampai yang selesai paling akhir. Setelah itu kita umumkan kelompok mana yang kalimatnya banyak poinnya dilihat dari kebenaran kalimatnya, sampai yang paling sedikit poinnya. Kita perlu memberikan reward atau hadiah kecil kepada kelompok yang tercepat dan kelompok yang paling banyak poinnya.
            Dari pengalaman penulis, cara tersebut sangat efektif dipraktekkan sebagai selingan mengajarkan grammar. Anak anak juga merasa senang dan tertantang mengerjakannya. Hasil penilainnya juga ada peningkatan yakni ada 75% siswa yang nilainya diatas KKM. Silahkan dicoba!





5 komentar: