Run, Read and Arrange
Game
Dalam Pembelajaran
Grammar
Oleh
Agus Luthfi, S.Pd. Pengajar
di UPTD SMAN 1 Ngadiluwih
Ada satu fakta yang menggelitik di sekolah tempat penulis
melaksanakan tugas sebagai pengajar,
fakta tersebut adalah mata pelajaran Bahasa
Inggris masih dianggap momok
(baca:menakutkan) bagi sebagian peserta didik. Berbagai alasan diungkapkan oleh
mereka diantaranya pelajarannya sulit, bukan bahasa yang sehari-hari mereka
gunakan, gurunya yang keras kata mereka:”wis
pelajarane angel, gurune kereng pisan. Arep iso ko ngendi?”(pelajarannya
sulit, gurunya keras, mau bisa dari mana?), malas buka kamus, pelajaran yang
tidak ada gunanya, cara penyampaian yang kurang menarik dan berbagai alasan
yang pada intinya mereka kurang tertarik dengan adanya pelajaran Bahasa Inggris.
Bisa dibayangkan bagaimana kondisi kelas selama proses belajar mengajar. Ada
yang mengantuk, dalam satu kelas yang mau berpikir dan mengerjakan tugas hanya
5-7 anak.
Benarkah mapel tersebut sulit?
Ketika kita melihat
fakta ada seorang TKI yang mau pergi ke luar negeri, mereka otomatis belajar
bahasa asing dan ternyata mereka cukup hanya kursus tidak harus sekolah.. Ada
lagi anak yang bisa Bahasa Inggris dari kursus yang hanya selama 6 bulan.
Bahkan dari program liburan sekolah yang hanya 1 bulan bisa dimanfaatkan oleh
lembaga bimbingan agar si anak bisa mahir berbahasa Inggris. Bahkan ada satu anak Ambon, Gayatri Wailissa,
yang bisa menguasai11 bahasa termasuk Bahasa Inggris. Apakah semua kemampuannya
diperoleh dari lembaga formal? Ternyata tidak. Menurut Gayatri,
kemampuannya mempelajari banyak bahasa asing tidak melalui kursus, tetapi
dengan cara yang sangat sederhana yakni mendengar lagu dan menonton film asing,
kemudian dia terjemahkan melalui kamus.
Bagaimana dengan sekolah yang notabene adalah lembaga
formal dan lagi mata pelajaran Bahasa Inggris telah dipelajari semenjak anak
ada di sekolah menengah pertama, seharusnya anak anak sudah mahir menggunakan
Bahasa Inggris.
Adakah yang salah salah disini?
Faktor yang pertama dan utama
mengapa Bahasa Inggris tidak mudah untuk dikuasai oleh anak didik kita adalah
karena Bahasa Inggris bukan Bahasa kita.
Faktor kedua, tidak memadainya sistem pendidikan yang ada, dalam arti, pelaku pendidikan bahasa Inggris saat ini, baik tenaga pendidik maupun yang dididik, sama-sama tidak memahami teori dan pendekatan yang efektif untuk diaplikasikan dalam mempelajari bahas Inggris. Faktor ketiga, tentunya adalah faktor internal, yaitu kurangnya kesungguhan pembelajar Bahasa Inggris itu sendiri dalam mempelajari Bahasa Inggris.
Faktor kedua, tidak memadainya sistem pendidikan yang ada, dalam arti, pelaku pendidikan bahasa Inggris saat ini, baik tenaga pendidik maupun yang dididik, sama-sama tidak memahami teori dan pendekatan yang efektif untuk diaplikasikan dalam mempelajari bahas Inggris. Faktor ketiga, tentunya adalah faktor internal, yaitu kurangnya kesungguhan pembelajar Bahasa Inggris itu sendiri dalam mempelajari Bahasa Inggris.
Menurut Evelyn (2010) dalam English
Made Easy, ada 3 teori dalam mempelajari bahasa asing. Pertama, Behaviorism
Theory (teori tingkah laku). Menurut pencetusnya, Skinner dan Parlov,
belajar bahasa adalah proses pembentukan kebiasaan melalui kegiatan:
stimulus–response–reinforcement.
Teori inilah yang mendasari
munculnya pendekatan audiolingual yang populer tahun tahun 50 dan 60an, yaitu
metode belajar bahasa Inggris yang menekankan drill atau latihan pengulangan.
Misalnya dengan cara guru mengucapkan kalimat, dan siswa mengulang ucapan guru
tadi beberapa kali. Dengan kata lain, metode ini adalah menghafal
pola kalimat atau percakapan bahasa Inggris dengan cara mengucapkannya
berulang-ulang.
Kelemahan metode ini adalah
ketidakmampuan siswa untuk membuat kalimat-kalimat baru selain yang telah
dihapal. Dan kenyataannya, sedikit sekali orang yang bisa mempertahankan
hafalannya dalam waktu yang cukup lama.
Kedua, Cognitive Theory (Teori
Kognitif). Menurut Chomsky, dalam mempelajari bahasa, manusia diciptakan dengan
kemampuan kognitif, yaitu memproses masukan yang diterima dan menciptakan
kalimat-kalimat baru yang tidak terbatas jumlahnya. Teori ini mendasari
munculnya pendekatan baru dalam belajar bahasa Inggris, yaitu penekanan tata
bahasa (grammar).
Ketiga, Acquisition Theory (Penyerapan
Bahasa Secara Alami). Menurut Krashen (1983), proses belajar bahasa terdiri
dari 2 cara, yaitu aqcuisition dan learning. Aqcuisition yaitu
proses belajar bahasa secara alami dari pengalaman langsung dalam berkomunikasi
dengan bahasa tersebut. Sedangkan learning adalah proses
belajar bahasa melalui pemahaman unsur-unsur bahasa yang kemudian digunakan
untuk berkomunikasi.
Menurut Krashen, untuk bisa berbahasa Inggris, sesorang tidak perlu belajar secara formal. Cukup dengan pengalaman langsung berkomunikasi dengan bahasa tersebut, seseorang dapat menguasinya. Misalnya seorang anak kecil yang secara alami dapat berbicara sesuai bahasa ibunya.
Menurut Krashen, untuk bisa berbahasa Inggris, sesorang tidak perlu belajar secara formal. Cukup dengan pengalaman langsung berkomunikasi dengan bahasa tersebut, seseorang dapat menguasinya. Misalnya seorang anak kecil yang secara alami dapat berbicara sesuai bahasa ibunya.
Berdasarkan
teori kognitif, maka kiranya perlu sekali pembelajaran grammar. Selama ini,
pembelajaran grammar memakai metode tradisional yakni diberi rumus dijelaskan,
diberi contoh kalimat lalu diberi soal latihan. Ketika teori itu diterapkan
tanpa inovasi, maka yang terjadi adalah tidak ada peningkatan prestasi dalam
pembelajaran Bahasa Inggris, terbukti dalam satu kelas hanya 50% yang nilainya
diatas KKM.
Menurut
penulis perlu adanya inovasi metode untuk pembelajaran Grammar misalkan dengan
game/permainan. Dalam mengajarkan grammar ada satu metode yang pernah penulis
aplikasikan dan mendapatkan respon positif dari para peserta didik. Metode tersebut saya beri nama Run,
Read and Arrange Game (permainan berlari, membaca dan menyusun). Dilaksanakan
diluar ruang(outdoor) dan anak anak perlu dipersiapkan memakai seragam olah
raga. Dalam game ini dimainkan secara kelompok dengan tolok ukur kebenaran
susunan kalimat dan kecepatan dalam penyusunan kalimat. Jadi tiap kelompok
diadu kecepatannya dengan kelompok lain dan dihitung menggunakan stopwatch.
Hal hal yang perlu dipersiapkan
adalah satu rumus yang akan dibahas misalnya Simple Past Tense, kertas kecil
ukuran 3x6 cm sejumlah kata yang akan disusun, contoh kalimat misalnya 5
kalimat, spidol, papan tulis, peluit dan stopwatch.
Langkah
pertama, kita tulis rumus Simple Past Tense
dengan spidol, satu lembar satu kata, Subject di satu lembar, verb2 di lembar
berikutnya, sampai semua kata dirumus
tertulis lengkap dilembaran.
Langkah
kedua, kita siapkan 5 kalimat yang berumus
Simple Past Tense. Kita tulis dalam lembaran kecil perkata, satu kata satu
lembar seperti pada penulisan rumus diatas.
Langkah ketiga, kita
meletakkan papan tulis, spidol dan kotak yang berisi acakan kata ditempat yang
agak jauh kira kira 200 m. Setelah itu kita ajak para siswa yang telah beganti
pakaian olah raga menuju luar ruang yang telah kita tentukan sebagai tempat
start. Ditempat tersebut kita menjelaskan dahulu rumus yang akan kita bahas.
Setelah para siswa jelas, kita jelaskan aturan permainannya sampai para siswa
betul betul paham. Hal pertama yang harus disusun dahulu oleh tiap kelompok
adalah rumusnya menyusul kalimatnya sebagai contoh yang berjumlah 5 kalimat.
Langkah keempat, kita membagi
para siswa menjadi beberapa kelompok misalnya 5 kelompok. Dari tiap kelompok
kita kondisikan merata antara siswa laki-laki dan perempuan.
Langkah kelima, kita mulai
permainan dengan menggunakan peluit sebagai aba-aba. Kelompok satu dahulu
menyusul kelompok berikutnya. Kita berada diposisi garis start dengan kelompok
yang belum tampil sambil memberi semangat serta kita menghitung dengan
stopwatch seberapa lama kelompok tersebut menyelesaikan tugasnya. Setelah
selesai satu kelompok, kita periksa hasilnya. Kemudian kita catat kalimatnya
beserta waktu yang telah dipakai oleh kelompok tersebut dalam menyelesaikan penyusunan
5 kalimat. Setelah itu berurutan ke kelompok berikutnya sampai selesai.
Langkah keenam, setelah semua
kelompok selesai, kita mengumumkan kelompok mana yang selesai tercepat sampai
yang selesai paling akhir. Setelah itu kita umumkan kelompok mana yang
kalimatnya banyak poinnya dilihat dari kebenaran kalimatnya, sampai yang paling
sedikit poinnya. Kita perlu memberikan reward atau hadiah kecil kepada kelompok
yang tercepat dan kelompok yang paling banyak poinnya.
Dari pengalaman penulis, cara tersebut
sangat efektif dipraktekkan sebagai selingan mengajarkan grammar. Anak anak
juga merasa senang dan tertantang mengerjakannya.
Hasil penilainnya juga ada peningkatan yakni ada 75% siswa yang nilainya diatas
KKM. Silahkan dicoba!
Maaf, saya ijin copy.thank
BalasHapusini referensinya dari mana yaa pak boleh saya tau, sebelumnya terimakasih
BalasHapusdr mna kak referensi nya.. ? mohn bantuan ny.
BalasHapussaya minta ijin pak saya copy
BalasHapusTerima kasih, sangat membantu :)
BalasHapus